BAUBAU, arusnusantara.com – Kasus dugaan perselingkuhan dan perzinahan kembali terjadi. Kali ini melibatkan oknum karyawati salah satu Bank di Kabupaten Buton Selatan. Ia berinisial JCH, sedangkan pria selingkuhannya berinisial MS. Keduanya telah dilaporkan ke Polres Baubau oleh NA yang merupakan suami dari JCH.
Dihadapan penyidik, MS mengaku telah melakukan hubungan badan dengan JCH sebanyak dua kali tanpa sepengetahuan NA. Itu terungkap dari Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertanggal 6 Juli 2024. Perbuatan itu dilakukan pertama kali di rumah kost kawasan Kuda Putih pada siang hari bulan April 2024, dan kedua kalinya di sebuah hotel di Lakamali pada sore hari bulan Mei 2024, sepulang mereka dari pantai.
“Pengakuan MS sangat jelas. Ia mengakui telah melakukan perzinahan dengan istri klien kami sebanyak dua kali di dua lokasi berbeda, dan itu dilakukan secara sadar tanpa paksaan,” ungkap Syarifuddin Arwa alias Chimot, kuasa hukum pelapor NA, kepada media ini, Kamis (20/6/2025).
Chimot menegaskan bahwa pengakuan MS diperoleh dari pemeriksaan resmi penyidik Satreskrim Polres Baubau. Dalam BAP tersebut, MS mengakui bahwa hubungan intim itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Ia juga mengetahui bahwa JCH telah bersuami dan memiliki dua anak, namun tetap melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
“Pasal 284 KUHPidana sangat jelas mengatur soal ini. Pengakuan pelaku yang menyatakan bahwa hubungan itu dilakukan tanpa ada ikatan pernikahan, baik resmi maupun siri, serta dilakukan tanpa sepengetahuan suami sah, sudah memenuhi unsur perzinahan,” jelas Chimot.
Ironisnya, kata Chimot, hingga saat ini proses hukum terhadap MS belum menunjukkan kejelasan. Meski sudah hampir satu tahun sejak laporan resmi dilayangkan pada 20 Juni 2024, pelaku masih bebas berkeliaran tanpa adanya tindakan hukum yang jelas.
“Ini yang kami sesalkan. Klien kami, sebagai korban pengkhianatan dan kehancuran rumah tangga, masih menunggu keadilan. Sementara pelaku masih leluasa beraktivitas tanpa ada penahanan atau penetapan status hukum yang jelas,” tambahnya.
Menurut Chimot, ketidakjelasan penanganan kasus ini memberi sinyal buruk terhadap upaya penegakan hukum, terutama dalam perkara perzinahan yang bersifat delik aduan dan sensitif secara sosial.
“Klien kami ingin kepastian hukum. Ia ingin kehormatan dan martabatnya sebagai suami sah dipulihkan melalui proses peradilan. Kalau pelaku sudah mengaku, lantas apalagi yang ditunggu?” pungkas Chimot.
Media ini masih berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait, termasuk terlapor MS maupun JCH, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan resmi dari keduanya. (Adm)