PEMUDA KOTA BAUBAU BERKARIR DI INDUSTRI KREATIF: SOLUSI ATAU HALUSINASI?

Penulis: Suhardiyanto

Penulis dan blogger, Yusran Darmawan, baru-baru ini (24/10/2022) membuat geger warga Facebook dengan postingannya yang berjudul “Ko sudah gila kah?”. Postingan itu menautkan gambar surat keputusan berkop Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Disitu tertera perihal surat pemberhentian dengan hormat, Yusran Darmawan, S.Sos., M.Si, sebagai pegawai negeri sipil atas permintaan sendiri tanpa hak pensiun. Tak menunggu lama, postingan pemuda yang berasal dari kota Baubau itu menarik ratusan respon dan komentar netizen. Salah satunya Hatta Marsoze yang menanggapi: “Hanya segelintir orang berani

mengambil keputusan sulit seperti ini. Bravo q, oom”.

Seperti judulnya, pilihan Yusran Darmawan untuk keluar dari pegawai negeri sipil (PNS)
tergolong keputusan yang jamak dianggap “gila” di Indonesia. Kegilaan itu tidak hanya
dilakukan oleh ia seorang. Di tahun 2021, ada 105 CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) yang
mengundurkan diri setelah pengumuman kelulusan. Menurut Satya Pertama, Kepala Biro Hukum dan Kerjasama BKN (Badan Kepegawaian Negara), alasan utama pengunduran diri para CPNS tersebut adalah karena gaji dan tunjangan yang tidak sesuai dengan harapan. Selain itu, lokasi pekerjaan juga menjadi alasan pengunduran diri lainnya, bersama dengan munculnya kesempatan di tempat lain, kehilangan motivasi dan lain sebagainya. Untuk diketahui, umur para CPNS tersebut, diperkirakan berada pada rentang usia 20-27 tahun, yang berarti termasuk bagian akhir generasi milenial dan bagian awal generasi Z (Kompas.com, 27 Mei 2022).

Sepintas, pemikiran gila dari segelintir pemuda di atas terkesan “kufur nikmat”. PNS yang menjadi profesi harapan berjuta pemuda, kok malah ditinggalkan? Namun jika kita melihat dari sisi yang lain, keputusan langka tersebut merupakan peluang untuk membangun mindset pemuda yang mandiri, kreatif, inovatif dalam berwirausaha. Pola pikir unik ini dibutuhkan dan dipacu oleh negara guna mendongkrak perekonomian nasional melalui penciptaan wirausaha baru. Dari banyaknya manfaat wirausaha terhadap pembangunan nasional, dua darma bakti ini mewakili peran vital mereka di era kiwari: (1) sebagai pengusaha, memberikan darma baktinya dalam melancarkan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Wirausaha mengatasi kesulitan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) sebagai pejuang bangsa dalam bidang ekonomi, meningkatkan ketahanan nasional, mengurangi ketergantungan pada bangsa asing (Rusdiana, 2018).

Di samping itu, pemuda generasi hari ini—didominasi oleh generasi Y (milenial) dan Z—
dihadapkan pada era digital yang ditandai dengan perubahan yang sedemikian lesat. Disrupsi di segala bidang. Teknologi mengubah sifat-sifat pekerjaan yang telah ada. Penelitian McKinsey and Company (2019) mewarta otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia yang hilang, muncul, dan berubah. Ada 23 juta pekerjaan dapat digantikan proses otomasi. Diprediksi, di tahun 2030 ada 23-46 juta pekerjaan baru dapat diciptakan. Sepuluh juta dari lapangan kerja tersebut merupakan jenis pekerjaan baru yang tidak ada sebelumnya. Simpulannya, untuk meraih
manfaat produktivitas, tenaga kerja Indonesia perlu mempelajari keterampilan baru.

Data di atas bisa dilihat sebagai peluang sekaligus ancaman. Peluang bagi pemuda yang siap dengan kompetensi dan mental yang adaptif terhadap perubahan. Ancaman bagi mereka yang siap tergusur oleh kompetisi global akibat terjebak dalam mindset dan cara-cara lama.

Revolusi digital mengantar ekonomi dari rotasinya yang berabad-rabad berbasis pertanian dan industri menuju orbit ekonomi informasi. Perubahannya begitu lesat. Terjadi beberapa tahun saja hingga tak terasa sampai pada bentuk yang paling mutakhir dalam ekonomi kreatif. Model ekonomi ini didefinisikan oleh United Nations Conference on Trade and Development sebagai proses penciptaan, produksi, dan distribusi dari barang dan jasa yang menggunakan modal kreativitas dan intelektual sebagai input utama dari proses produksi. Proses produksi ekonomi kreatif tersebut menggabungkan pengetahuan, intelektual, dan kreativitas untuk memproduksi barang dan jasa serta intagible intellectual atau jasa artistik dengan konten kreatif dan memberikan nilai tambah.

Pada tahun 2019, sektor ekonomi kreatif telah menyumbang sekitar 5,1% terhadap total PDB
Indonesia dan menyerap 19,01 juta orang tenaga kerja. Selain itu, sektor ekonomi kreatif juga telah berhasil menyumbangkan nilai ekspor sebesar 22,07 Miliar USD (Badan Ekonomi Kreatif. 2019). Dilihat dari pertumbuhannya yang berkembang signifikan setiap tahunnya, sektor ini berpeluang besar untuk menjadi pilar utama dalam perekonomian bangsa ke depan. Di samping itu, menurut Potts dan Cunningham dalam Ginting (2017), Ekraf memiliki pengaruh yang dinamis terhadap peningkatan ekonomi dan berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi serta memberikan kontribusi terhadap budaya dan masyarakat di mana ekonomi kreatif itu tumbuh.

Baubau sebagai salah satu kota dengan struktur penduduknya yang dominan tenaga kerja produktif, memiliki potensi untuk mengambil peran dalam pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Apalagi jika merujuk pada simpulan Hasanah (2015), menyatakan bahwa sumber daya yang
melimpah baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya budaya yang dimiliki, memberikan peluang besar bagi berkembangnya ekonomi kreatif di Indonesia.

Kota Baubau didominasi oleh penduduk usia produktif dengan persentase sebesar 66,46 persen atau sebanyak 105.833 jiwa (BPS, 2022). Baubau juga memiliki sumber daya alam terutama pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di tahun 2021 berkontribusi sebesar 14,94 persen dalam
pembentukan PDRB Kota Baubau atau memiliki kontribusi terbesar ketiga setelah sektor
konstruksi dan perdagangan (BPS, 2021).

Tak ketinggalan, potensi utama kota yang terletak di pulau tenggara Sulawesi ini terdapat pada kekayaan budaya dan sejarahnya. Kota Baubau dikenal sebagai pemilik benteng terluas di dunia yang mewarisi sistem religi (terutama Islam tradisional) yang kental, bahasa (aksara wolio) dan karya sastra dari leluhurnya, kearifan lokal dan sistem kemasyarakatannya, benteng keraton dengan sistem pemerintahan dan tradisinya yang unik serta kesenian yang tampak dari ragam seni musik dan seni tarinya. Ini adalah modal utama menuju Baubau sebagai kota kreatif.

Tak keliru jika Fiki Satari sebagai Ketua Umum Indonesia Creative Cities Network (ICCN) dalam kunjungannya pada ajang Festival Komunitas di Kota Baubau, mengatakan bahwa narasi yang dikembangkan dari kekayaan budaya dan sejarah kota Baubau dapat menjadi kunci untuk merepresentasikan diverensiasi kreativitas kota, tidak hanya di level nasional tapi juga internasional. Ia percaya manakala seluruh stakeholders bidang ekonomi kreatif Kota Baubau dan ICCN memperoleh keleluasaan dan kelancaran dalam mewujudkan festival serta program kreativitas lokal lainnya, tentu secara bertahap akan tercapai kemajuan Kota Baubau sebagai Kota Kreatif.

“Bahkan bukan tidak mungkin hingga mencapai level dunia, dan tergabung dalam jaringan Kota Kreatif UNESCO,” tuturnya

Dari uraian di atas, mengantarkan kita pada beberapa pertanyaan besar: bagaimana
positioning pemuda sebagai agent of change di tengah zaman yang sedemikian cepat berubah? Apakah berkarir di ekonomi kreatif bagi pemuda kota Baubau merupakan solusi dari masalah-masalah seperti pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru? Ataukah ini hanya impian picisan sebagaimana laiknya halusinasi?

BAUBAU CREATIVE HUB, SOLUSI POTENSI EKONOMI KREATIF DI KOTA BAUBAU?

Lelaki ceking itu akhirnya tiba di tubir keputusasaan. Talentannya sebagai musisi dan gitaris rock tak dapat mengantarkannya pada kondisi sejahtera. Jangankan sejahtera, untuk makan pun susah. Benar, rocker juga manusia, punya rasa dan punya lambung untuk diisi selalu. Jago musik saja, ternyata tak mampu bertahan di kota Baubau yang kecil ini.

Lelaki yang tinggal di kelurahan Bone-bone kota Baubau itu, akhirnya memutuskan menggantung gitar, merantau ke berbagai daerah untuk mencari sesuap nasi. Di Kendari, ia menjadi karyawan di sebuah kafe dengan pendapatan seadanya. Di Papua, ia menjadi buruh dari perusahaan tripleks. Kerasnya
hidup benar-benar memosisikan dirinya untuk berkerja apa saja guna menyambung hidup.

Beruntungnya, ia tak melupakan talenta hebat yang ia miliki. Musik sudah terlalu mendarah
daging, terserap ke sum-sum tulang. Ia mencoba peruntungan di ajang musik nasional di Makassar. Hasilnya, menyakitkan. Ia gagal, gitar dan hatinya patah. Namun kerasnya hidup yang telah ia jalani, membuat mentalnya sekuat baja. Ia tak terpuruk. Keluarga, terutama ibu dan kakak perempuannya tak letih-letihnya menyemangati. Mereka percaya dengan kemampuan lelaki itu. ”Masih ada kesempatan berikutnya,” hibur mereka.

Benar saja, doa dan lingkungan yang positif membarengi talentanya yang luar biasa. Babak
penyisihan di Radio Ozzon kota Baubau, berhasil ia menangkan. Lanjut di kota Makassar, Iis Dahlia sebagai juri, dibuatnya klepek-klepek dengan suara, dentingan gitar, dan syahdunya suling yang ia mainkan. Lelaki itu lolos dan hijrah ke ibukota. Pesona tampilannya berhasil “menyihir” juri, seisi studio Indosiar, dan penonton senusantara. Puncaknya, lelaki itu menjuarai Dangdut Academy 4 dan Akademi Dangdut Asia. Indonesia mengenalnya dengan nama Fildan
Rahayu, musisi dangdut yang berasal dari kota Baubau.

Perjuangan Fildan di atas menjadi pengantar dalam membincang Ekonomi Kreatif di Kota
Baubau. Bahwa kota ini tidak kekurangan talenta lokal, yang kompetensinya bisa diadu di ajang nasional bahkan internasional. Musik sebagai bagian dari subsektor ekonomi kreatif, menjadi salah satu profesi dambaan dari pemuda dan pemudi kota. Tiap ajak musik, pendaftar dari kota Baubau tak pernah sepi. Fildan Rahayu, Wa Ode Mardiana, La Aco, La Ode Abdul Izzati (finalis The Voice Kids Indonesia), dan Wa Ode Heni (juara 1 Pop Academi Indosiar) adalah role model, maestro yang berhasil mencatatkan namanya di sektor tersebut.

Di subsektor lainnya (fashion), Kota Baubau mencatat nama Tia Putuna , desainer yang karyakaryanya telah mendunia. Ia dikenal sebagai desainer yang memadukan unsur tenun khas Sulawesi Tenggara dalam setiap karyanya. Di barisan ini juga ada Vee Craft dan Ade Buton dengan ownner Ade Mardiya . Nama terakhir, syal karyanya dipakai oleh orang nomor satu Indonesia, Joko Widodo saat berkunjung ke kota Baubau.

Di bidang aplikasi, ada Eko Prasetya Co-Founder platform digital Kururio. Sebuah aplikasi digital UMKM untuk Go Online. Aplikasi yang juga beroperasi dalam bidang transportasi ini, mengusung nilai aman, nyaman, dan terjangkau.

Di bidang seni rupa, ada Iwan Khuwas, a.k.a Laode Muhammad Ishaq . Dikenal melalui karya lukis dan seni rupanya. Salah satu
karyanya adalah sketsa pahlawan kota Baubau Sultan Himayatuddin, yang merupakan bentuk
penyempurnaan (3D) dari gambar asli. Beliau juga founder dari Baubau Creative Forum (BBCF) yang beranggotakan puluhan komunitas dan UMKM.

Di bidang periklanan dan komunikasi digital, Koja-koja TV, Catatan Irwansyah Amunu, Catatan Lopes, La Yusrie adalah nama-nama yang masyhur di Kota Baubau dalam menikmati Podcast show di kanal Youtube.

Di bidang Film, Animasi dan Video, ada Arie Kriting, artis nasional yang dikenal dalam lakon
stand up dan film layar lebar. Ada juga Alan ASJKG, sineas lokal dan youtuber dengan jumlah subscriber sebanyak 147 ribu. Di pesisir pantai Lakeba, penulis terkesima dengan beberapa perahu motor nelayan yang bertuliskan “youtuber”. Mendapuk diri mereka sebagai pemuda yang selain menggantungkan hidup pada laut dan ikan, juga menyiapkan kanal cuan lewat penerimaan akun youtube. Sebut saja satu di antaranya, Daeng Lala, youtuber dengan jumlah subscriber 860 ribu.

Dalam social enterprise, Baubau Creative Forum (BBCF), Sekolah Jelajah Dunia (SJD), Sukarelawan Hijau Baubau (SHB), Yayasan Mainawa, Yayasan Halimbubu, Spirit Pemuda Hijrah (SPH), Taman Baca Hayluz, Taman Baca Kapoa, Farmly dan lain sebagainya bergerak dari akar rumput sebagai filantropi.

Masih banyak pelaku ekonomi kreatif lain di kota Baubau yang belum tersebutkan di sini.
Seperti Fildan Rahayu, sebagian besar mereka memulai profesinya secara mandiri dan mengasah kompetensinya secara otodidik. Mereka berkarya dan berjuang sendiri dalam ruang-ruang sepi kreativas. Padahal sektor Ekraf ini dapat melejit secara baik jika didukung oleh pemerintah, berkolaborasi dengan seluruh stakeholder yang ada.

Dari mana memulainya?

Menurut Artiningsih (2015), pengembangan ekonomi kreatif difokuskan untuk melakukan penataan ulang 15 kelompok industri kreatif, penguatan sumber daya manusia kreatif yang merupakan pondasi dalam pengembangan ekonomi kreatif, dan penguatan kelembagaan ekonomi kreatif.

Ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan merintis Baubau Creative Hub. Creative Hub adalah tempat baik fisik maupun virtual yang menyatukan orang-orang kreatif dan berperan sebagai penghubung yang menyediakan ruang dan dukungan untuk menjalin koneksi, pengembangan bisnis, dan keterlibatan masyarakat dalam sektor kreatif, budaya, dan teknologi. (Creative HubKit, 2018)

Tujuan dari pembuatan Creative Hub meliputi:(1) Untuk memberikan dukungan melalui layanan dan/atau fasilitas untuk gagasan, proyek, organisasi, dan bisnis yang menjadi tuan rumah, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, termasuk acara, pelatihan keterampilan, pengembangan kapasitas, dan peluang digital. (2) Untuk memfasilitasi kolaborasi dan jaringan di antara komunitasnya. (3) Untuk menjangkau pusat penelitian dan pengembangan lembaga industri kreatif dan non-kreatif. (4) Untuk berkomunikasi dan terlibat dengan khalayak
yang lebih luas, mengembangkan strategi komunikasi aktif. (5) Untuk memperjuangkan dan merayakan bakat yang muncul; menjelajahi batas-batas praktik kontemporer dan mengambil risiko terhadap inovasi. (Creative HubKit, 2018).

Menurut buku Enabling Spaces: Mapping Creative Hubs in Indonesia oleh British Council, creative hub yang ada di Indonesia dikategorikan menjadi tiga berdasarkan fungsinya masing-masing, yaitu: (1) Creative Space adalah awal dari gerakan seni dan budaya di Jakarta. Biasanya dijalankan oleh individu maupun komunitas seni yang menyediakan tempat untuk menghasilkan karya, memajang karya, dan menjual karya. (2) Coworking Space memiliki fungsi yang berbeda dengan creative space, tempat ini tidak hanya menyediakan tempat untuk bekerja namun juga sebuah tempat untuk berkumpulnya komunitas dan perorang yang ingin berkolaborasi dan menambah jaringan relasi. (3) Makerspace tidak berbeda jauh dengan coworking, namun perbedaannya adalah pada makerspace terdapat mesin-mesin khusus yang digunakan untuk memproduksi atau menghasilkan sebuah produk atau karya. Sedangkan coworking space hanya menyediakan peralatan untuk bekerja.

Melalui creative hub, diharapkan dapat melahirkan beragam karya dalam ekonomi kreatif dan dapat menjadi wadah untuk saling mendukung baik dalam komunitas maupun bisnis di bidang ekonomi kreatif, budaya, dan teknologi. Kehadiran Baubau Creative Hub bertujuan untuk membuka jejaring, memfasilitasi pelaku industri kreatif dalam mengembangkan kegiatan maupun bisnis kreatifnya. Serta, mengintegrasikan seluruh kegiatan sehingga terbentuk ekosistem kreatif yang mampu meningkatkan publikasi produk-produk kreatif di Kota Baubau. Manfaat lain yang juga diperoleh adalah transferring knowledge and capacity. Di mana orang-orang yang telah berhasil merintis bisnis kreatifnya akan berbagi ilmu pengetahuan, motivasi, dan nilai-nilai luhur guna membentuk tunas-tunas baru dalam industri kreatif.

PADAMU NEGERI, KAMI BERKOLABORABOSI

Suksesi dari Baubau Creative Hub ini hanya bisa tercapai dengan kolaborasi, dengan pemuda sebagai lokomotif utamanya. Di era digital ini, posisi pemuda kota Baubau tidak boleh hanya menjadi followers, penonton dari kompetisi global yang berputar sedemikian cepatnya. Pemuda harus menjadi perintis, user, pemain utama yang memainkan perannya lewat usaha-usaha kreatif. Tentu, peran pemuda itu mesti didukung oleh karakter, skill yang mumpuni, serta gagasan yang cemerlang secara internal dan kompetensi kolaboratif secara eksternal.

Di Kota Baubau, kita memiliki falsafah kolaboratif: Bholimo karo somanamo lipu (mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu), yang bisa menjadi inspirasi pemuda dalam membangun gerakan kolektif guna membangun Baubau Creative Hub yang bermuara pada peningkatan perekonomian daerah.

Benar, ekonomi kreatif merupakan model baru dalam perekonomian di kota Baubau. Pro dan
kontra, bisa menjadi hal yang lumrah dalam rintisan awalnya. Gesekan pola pikir yang datang dari generasi tua (digital immigrant) dan generasi baru (digital native) bakal terjadi. Ujaran “ko sudah gila kah?” mungkin bakal mewarnai dari pertarungan sengit itu.

Untuk menjawab keraguan tersebut, saya ingin menutup tulisan ini dengan kutipan dari Rhenald Kasali (2018) dalam bukunya The Great Shifting Series On Disruption:

“Kita saksikan datangnya para wirausahawan baru yang menggagas cara-cara dan platform baru. Dari peradaban industri ke peradaban digital, dari perusahaan menjadi platform. Itulah saat ketika segala yang lama apakah itu produk, merek, maupun cara bekerja berguguran. Satu persatu mengalami kemunduran, sementara segala yang baru belum menunjukkan hasil yang memberi return yang memadai. Segalanya serba tidak stabil, chaos. Namun, perlahan kita mulai menyaksikan salah satu dari pendatang baru itu meraih posisi yang dominan. Tentu saja jarang di antara mereka yang meraih posisi itu. Tetapi, sekali posisi dominan itu dicapai, stabilitas mulai didapat. Lingkungan yang bergejolak kembali kalem.” (Adm)

Related articles

Comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share article

Iklan

Latest articles